Beranda | Artikel
Mengobati Kegalauan (Bag. 5)
Kamis, 12 Agustus 2021

Baca pembahasan sebelumnya  Mengobati Kegalauan (Bag. 4)

Memperbanyak mengingat Allah Ta’ala (dzikrullah)

Di antara perkara yang sangat besar pengaruhnya dalam melapangkan hati, menenangkan jiwa, mengusir kegalauan, dan kecemasan adalah memperbanyak mengingat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram…” (QS. Ar-Ra’du: 28)

Hakikat ketenangan adalah dengan dzikrullah. Tidak ada yang lebih lezat, nikmat, dan manis melebihi kecintaan kepada Sang Pencipta serta mengenal-Nya. Semakin besar kadar seseorang mencintai dan mengenal-Nya, maka semakin besar pula kadar mengingat-Nya dan berdzikir kepada-Nya. Di antara dzikir yang biasa diucapkan seorang hamba adalah tasbih, tahlil, takbir, dan yang selainnya. (Taisir al-karim ar-rahman, hal. 417)

Di antara dzikir paling efektif yang mengusir kegalauan besar yang terjadi menjelang kematian adalah ucapan “Laa ilaaha illallaah.” Sebagaimana yang Thalhah ceritakan kepada ‘Umar,

سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كَلِمَةٌ لَا يَقُولُهَا عَبْدٌ عِنْدَ مَوْتِهِ إِلَّا فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَتَهُ وَأَشْرَقَ لَوْنُهُ فَمَا مَنَعَنِي أَنْ أَسْأَلَهُ عَنْهَا إِلَّا الْقُدْرَةُ عَلَيْهَا حَتَّى مَاتَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِنِّي لَأَعْلَمُهَا فَقَالَ لَهُ طَلْحَةُ وَمَا هِيَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ هَلْ تَعْلَمُ كَلِمَةً هِيَ أَعْظَمَ مِنْ كَلِمَةٍ أَمَرَ بِهَا عَمَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ طَلْحَةُ هِيَ وَاللَّهِ هِيَ‏.‏

“Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, ‘Suatu kalimat yang tidaklah seorang hamba mengucapkan suatu kalimat tersebut sebelum kematiannya, kecuali Allah akan hilangkan kesusahan darinya dan Allah akan membuat warna kulitnya bercahaya.’

Tidak ada yang menghalangiku untuk bertanya kepada Nabi kecuali rasa takut tidak dapat memenuhinya dan saya tidak menanyakannya sampai beliau meninggal. Kemudian ‘Umar radhiyallahu ‘anhu  mengatakan, ‘Aku tahu apa itu.’ Thalhah berkata kepadanya, ‘Apa itu?’ ‘Umar berkata, ‘Apakah kamu tahu ada kalimat yang lebih agung dari kata yang dia perintahkan kepada pamannya ketika dia sekarat, ‘La ilaha illallah’?’ Thalhah berkata, ‘Kamu benar. Demi Allah, itulah kalimatnya.`” (HR. Ahmad 1: 161)

Baca Juga: Beberapa Keutamaan Shalat Shubuh

Salat

Allah Ta’ala berfirman,

وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ’

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” (QS. Al-Baqarah: 45)

Dari Hudzaifah  radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan,

كان النبيُّ – صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم – إذا حَزَبَهُ أمرٌ صَلَّى

Apabila ada suatu perkara yang menyusahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau salat.” (HR. Abu Dawud, dinilai hasan dalam Shahih al-Jami’ no. 4703)

Jihad di jalan Allah Ta’ala

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عليكم بالجهادِ في سبيلِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فإنه بابٌ من أبوابِ الجنةِ يُذهبُ اللهُ به الهمَّ والغمَّ

Hendaklah kalian jihad di jalan Allah tabaraka wa ta’ala, sesungguhnya itu adalah salah satu pintu surga, Allah hilangkan dengannya kegalauan dan kecemasan.” (HR. Ahmad dari Abu Umamah, dari Abdullah bin Shamit radhiyallahu ‘anhuma 5: 319, dinilai sahih dalam Shahih al-Jami’ 4063).

Menceritakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala, baik yang tampak maupun tersembunyi

Menceritakan nikmat-nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada kita dapat menghilangkan kegalauan dan memotivasi untuk bersyukur. Bersyukur merupakan derajat yang paling tinggi ketika seseorang sedang dalam keadaan fakir, sakit, atau tertimpa musibah yang lainnya. Jika seseorang membandingkan nikmat yang diterimanya dengan derita yang dirasakannya, maka akan dia sadari bahwa ternyata nikmat yang dia dapatkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan musibah yang dirasakan. Apabila dia bersabar, ridha, dan bersyukur dengan musibah yang didapatkannya, maka musibah itu akan terasa lebih ringan. Jika seorang hamba mengingat besarnya pahala dan balasan bagi orang yang sabar dan ridha ketika tertimpa musibah, maka dia akan membuat hal-hal yang pahit menjadi manis.

Di antara cara untuk menumbuhkan rasa syukur adalah mempraktikkan hadis yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis sahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

 انظُروا إلى مَن هو أسفَل منكُمْ فإنَّه أجْدَرُ أنْ لا تَزْدَروا نعمَةَ اللهِ  عَلَيْكُمْ

Lihatlah orang yang di bawah kalian dan jangan melihat orang yang di atas kalian. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah pada kalian.” (HR. Tirmidzi no. 2513, beliau mengatakan ini hadis hasan sahih, di dalam Shahih al-Jami’: 1507)

Apabila seorang hamba menggunakan sudut pandang ini dalam kehidupannya, maka dia akan melihat dirinya pasti berada di atas kondisi orang lain dalam hal kesehatan, rezeki, dan selainnya, bagaimanapun keadaannya. Dengan begitu, hilanglah kerisauan, galau, dan cemas, diikuti dengan bertambah rasa bahagia. Jika seseorang semakin merenungkan nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan, baik yang tampak atau tidak, maka dia akan menyadari bahwa nikmat yang diterimanya sangatlah banyak. Oleh karena itu, hilanglah kegalauan dan kecemasan dalam hatinya.

Menyibukkan diri dengan aktivitas atau ilmu yang bermanfaat

Menyibukkan diri dengan aktivitas atau ilmu yang bermanfaat dapat mengusir rasa galau di hati. Dengan sebab ini, kecemasaan akan terlupakan, kegembiraan datang, dan bertambahlah rasa semangat. Ini merupakan sebab umum, baik bagi orang beriman maupun tidak. Akan tetapi, tentu berbeda antara orang yang beriman dengan yang tidak. Bagi orang beriman, kesibukannya tersebut akan membuahkan pahala baginya apabila dilakukan dengan ikhlas dan niat beribadah kepada Allah Ta’ala. Dengan seperti itu, maka cara ini akan lebih efektif dalam mengusir kegalauan, kecemasan, dan kesedihan.

Betapa banyak orang yang mendapatkan masalah berupa kecemasan dan kekeruhan hati sehingga menimpa berbagai macam penyakit padanya, ternyata obat yang mujarab baginya adalah melupakan sebab kecemasan dan kekeruhan tersebut dengan menyibukkan diri dengan hal-hal yang menjadi tugasnya. Adapun kesibukan yang sepatutnya dilakukan adalah aktivitas yang membuat jiwanya nyaman serta aktivitas yang menjadi kegemarannya, dengan catatan kegemaran tersebut bukan kemaksiatan. Dengan begitu, dia akan lebih mudah melupakan kecemasan dan kegalauannya. (Al-Wasail al-mufidah lil hayati as-sa’iidah, karya Ibnu Sa’di)

[Bersambung]

Baca Juga:

Disarikan dari kitab ’Ilaajul Humuum, karya Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid  hafidzahullahu ta’ala

Penulis: apt. Pridiyanto


Artikel asli: https://muslim.or.id/67982-mengobati-kegalauan-bag-5.html